PENGERTIAN DETOKSIFIKASI
Detoksifikasi adalah proses menghilangkan
racun (zat narkotika atau adiktif lain) dari tubuh dengan cara menghentikan
total pemakaian semua zat adiktif yang dipakai atau dengan penurunan dosis obat
pengganti. Detoksifikasi bisa dilakukan dengan berobat jalan atau dirawat di
rumah sakit. Biasanya proses detoksifikasi dilakukan terus menerus selama satu
sampai tiga minggu, hingga hasil tes urin menjadi negatif dari zat adiktif.
Detoksifikasi merupakan langkah awal proses
terapi ketergantungan opioida dan merupakan intervensi medik jangka singkat.
Seperti telah disebutkan di atas, terapi detoksifikasi tidak dapat berdiri
sendiri dan harus diikuti oleh terapi rumatan. Bila terapi detoksifikasi
diselenggarakan secara tunggal, misalnya hanya berobat jalan saja, maka
kemungkinan relaps lebih besar dari 90 %.
TUJUAN TERAPI DETOKSIFIKASI
Tujuan
terapi detoksifikasi opioida adalah.
ª Untuk
mengurangi, meringankan, atau meredakan keparahan gejala-gejala putus opioida.
ª Untuk
mengurangi keinginan, tuntutan dan kebutuhan pasien untuk “mengobati dirinya
sendiri” dengan menggunakan zat-zat illegal.
ª Mempersiapkan
proses lanjutan yang dikaitkan dengan modalitas terapi lainnya seperti therapeutic community atau berbagai jenis terapi rumatan lain.
ª Menentukan
dan memeriksa komplikasi fisik dan mental, serta mempersiapkan perencanaan
terapi jangka panjang, seperti HIV/AIDS, TB pulmonum, hepatitis.
LAMA DETOKSIFIKASI
Berdasarkan
lamanya proses berlangsung, terapi detoksifikasi dibagi atas:
o Detoksifikasi
jangka panjang (3-4 minggu) seperti dengan menggunakan metadon
o Detoksifikasi
jangka sedang (3-5 hari) : naltrekson, mida-zolam, klonidin
o Detoksifikasi
cepat (6 jam sampai 2 hari): rapid detox
METODE
DETOKSIFIKASI
Variasi dan pilihan terapi detoksifikasi napza
cukup banyak. Di Indonesia, sebagian dokter/psikiater masih menggunakan terapi
detoksifikasi opioida konservatif seperti penggunaan obat simptomatik
(analgetika, anti-insomnia, dan lainnya). Bahkan beberapa psikiater masih
menggunakan berbagai bentuk neuroleptika dosis tinggi, yang di negara maju
sudah lama ditinggalkan.
OBAT-OBAT YANG DIGUNAKAN UNTUK TERAPI DETOKSIFIKASI
Metadon: adalah
substitusi opioida yang bersifat agonis dan long-acting, merupakan
pilihan utama dalam terapi detoksifikasi opioida secara gradual. Sejak tahun
1960an di Amerika dan Eropa, penggunaan metadon dianggap sebagai terapi baku
untuk pasien ketergantungan opioida. Klinik-klinik Metadon berkembang di
beberapa tempat dengan berbagai variasi program. Kelemahan terapi metadon yaitu
harus datang ke fasilitas kesehatan sekurang-kurangnya sekali sehari,
terjadinya overdosis, ketergantungan metadon, dan kemungkinan
terjadinya peredaran ilegal metadon.. Proses detoksifikasi berlangsung relatif
lama (>21 hari) Selama proses terapi detoksifikasi metadon berlangsung,
angka relaps dapat ditekan. Setelah detoksifikasi berhasil, kemudian
dilanjutkan dengan terapi rumatan : Methadone Maintenance
Treatment Program. Dewasa ini dikembangkan suatu bentuk derivat metadon,levacethylmethadol,
yang mempunyai masa aksi lebih lama (72 jam) sehingga pasien tidak perlu tiap
hari datang ke fasilitas kesehatan.
Klonidin: adalah
suatu central alpha-2-adrenergic reeptor agonist, yang
digunakan dalam terapi hipertensi. Klonidin mengurangi lepasnya noradrenalin
dengan mengikatnya pada pre-synaptic alpha2 receptor di daerah
locus cereleus, dengan demikian mengurangi gejala-gejala putus opioida. Karena
terbatasnya substitusi opioida lain di Indonesia, beberapa dokter (termasuk
penulis) telah menggunakan kombinasi klonidin, kodein dan papaverin untuk
terapi detoksifikasi. Klonidin digunakan dalam kombinasi untuk mengurangi
gejala putus opioida ringan seperti: menguap, keringat dingin, air mata dan
lainnya. Clocopa method tersebut dapat digunakan untuk berobat
jalan maupun rawat inap. Namun karena klonidin sendiri tidak dapat memperpendek
masa detoksifikasi, maka diperlukan kombinasi dengan naltrekson. Naltrekson
adalah suatu senyawa antagonis opioida. Cara tersebut dikenal dengan namaClontrex
Method yang dapat dilakukan untuk pasien berobat jalan maupun pasien
rawat inap. Umumnya program detox dengan cara Clontrex method ini
berlangsung selama 3-5 hari dan kemudian diikuti dengan terapi rumatan: Opamat-ED
Program.
Lofeksidin
dan Guanfasin: Lofeksidin adalah analog
klonidin tetapi mempunyai keuntungan bermakna karena tidak banyak mempengaruhi
tekanan darah (Washton et al 1982). Guanfasin adalah senyawa alpha-2
adrenergic agonist yang juga mempunyai kemampuan untuk mengurangi
gejala putus opioida.
Buprenorfin: adalah suatu senyawa yang berkerja ganda sebagai agonis dan
antagonis pada reseptor opioida. Gejala putus opioida pada terapi buprenorfin
sangat ringan dan hilang dalam sehari setelah pemberian
buprenorfin sublingual. Pemberian buprenorfin juga digunakan sebagai awal dari
terapi kombinasi Clontrex
Method. Buprenofrin dapat juga
digunakan untuk terapi rumatan. Seperti levacethylmethadol, hanya diberikan 2
atau 3 kali dalam seminggu karena masa aksinya yang panjang. Karena kemungkinan
penyalahgunaan, kombinasi buprenorfin dan naltrekson juga telah dipelajari dan
dicoba untuk terapi ketergantungan opioida.
Midazolam-Naltrekson: kombinasi midazolam-naltrekson juga telah digunakan untuk
memperpendek waktu terapi detoksifikasi. Selama dalam pengaruh sedasi midazolam
intravena, pasien diberi nalokson intravena, suatu antagonis opioida.
Disulfiram: Disulfiram,
suatu alcohol antabuse yang diketemukan di Denmark tahun 1948.
Disulfiram sangat efektif jika diberikan kepada pasien ketergantungan alkohol
secara ambulatory di bawah supervise. Disulfiram dibuat
sebagai tablet buih yang mudah larut dalam air, sehingga mudah diminum. Terapi
disulfiram tanpa pemantauan hasilnya kurang menguntungkan. Hasil yang memuaskan
justru diperoleh melalui kombinasi disulfiram dengan terapi perilaku kognitif.
TERAPI RUMATAN
Terapi
rumatan adalah terapi yang dilakukan untuk perawatan setelah detoksifikasi
dalam jangka waktu tertentu.
Terapi
rumatan ketergantungan opioida bertujuan antara lain untuk :
Ø Mencegah
atau mengurangi terjadinya craving terhadap Opioida
Ø Mencegah
relaps (menggunakan zat adiktif kembali).
Ø Memperbaiki fungsi fisiologi organ yang telah rusak akibat
penggunaan opioida
Tujuan
farmakoterapi rumatan pasca detoksifikasi adalah:
§ Menambah holding power untuk pasien yang berobat jalan sehingga menekan biaya pengobatan
§ Menciptakan
suatu window
of opportunity sehingga pasien dapat menerima
intervensi psikososial selama terapi rumatan
§ Mempersiapkan
kehidupan yang produktif selama menggunakan terapi rumatan.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim, 2007, Pengobatan Narkoba
Husin, A.B., 2002, Penatalaksanaan Mutakhir dan Komprehensif Ketergantungan
Napza,
No comments:
Post a Comment